Home »
» RINDUKU PADA SURGAMU YA RABBI (..read more..)
RINDUKU PADA SURGAMU YA RABBI (..read more..)
Musthafa Kemal Ataturk, pemimpin nasionalis sekuler Turki yang dzalim itu, telah lama tiada. Namun Badi’uz Zaman Sa’id Nursi, seorang ulama mujahid yang paling gigih menentang kediktatoran Kemal, kekuatan pengikutnya tumbuh pesat.
Partai Refah (Hizbus Salam) atau Partai Keselamatan pimpinan Necmetin Erbakan, yang memenangkan pemilu pada bulan Maret l996 di Turki baru lalu, dinilai sebagai penerus perjuangan beliau.
Syeikh Sa’id Nursi, berasal dari keluarga Kurdi di Turki, lahir pada tahun 1293H/1876M di zaman kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II. Ia mempunyai kebiasaan memberikan sebagian makanannya kepada semut. Ketika ditanya, mengapa ia berbuat demikian. “Ini merupakan penghormatanku terhadap semangat demokrasi dan kehebatan organisasi makhluk kecil ini,” jawabnya.
Awal Perjuangannya
Pada suatu hari, Badi’uz Zaman menaruh perhatian terhadap pernyataan menteri daerah-daerah jajahan Inggris, Mr. Gladstone, tentang kekhawatirannya terhadap bahaya Islam. Pernyataan yang diucapkan di depan parlemen Inggris itu
mengatakan: “Selama Al-Qur’an berada di tangan kaum muslimin, maka mereka akan selalu menghalangi kita. Karena itu kita harus mengenyahkannya dari kehidupan mereka”.
Dengan kesadaran tinggi sebagai seorang mu’min, Syeikh Sa’id Nursi menyatakan kepada sahabat-sahabatnya: “Dengan nama Allah, aku akan memasrahkan diriku demi Al-Qur’an pada setiap jengkal hidupku, walau apapun rencana jahat menteri Inggris itu.”
Tahun 1909, setahun setelah Sultan Abdul Hamid digulingkan oleh golongan Turki Muda pimpinan Kemal Ataturk, Sa’id Nursi ditahan, karena penguasa baru ini tidak dapat mentolerir aktivitas gerakannya yang mengajak kaum muslimin supaya kembali kepada Al-Qur’an. Dalam penangkapan itu, terhitung 19 orang kawan seperjuangannya diekskusi mati oleh penguasa. Setelah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada 15 orang pengikutnya yang lain, maka hakim Hurshid Pasha berpaling ke arah Badi’uz Zaman Sa’id Nursi.
“Apakah saudara juga menginginkan berlakunya hukum Islam di negeri ini?”, tanya hakim.
Badi’uz Zaman menjawab tangkas dan berani:”Sekiranya saya memiliki seribu nyawa, dengan senang hati saya akan mengorbankan semuanya demi Islam. Segala sesuatu yang asing bagi Islam, tak dapat saya terima. Sekarang saya sedang menunggu kereta yang akan membawa saya ke akhirat. Saya sudah siap melakukan perjalanan ke dunia lain untuk bergabung bersama teman saya melalui tiang gantungan. Saya ingin sekali dan sudah tak sabar menanti”.
Ketika diberi kesempatan menyampaikan pledoinya, dengan keberanian seorang mujahid fi sabilillah, di depan pengadilan subversi itu, ia melanjutkan ucapannya:”Cobalah anda membayangkan seorang udik dari sebuah dusun yang seumur hidupnya tak pernah mengenal kesenangan, kemewahan dan kemegahan kota Istambul. Maka anda akan tahu bagaimana ketidaksabaran saya untuk menuju akhirat itu. Saya mendapat tuduhan tajam telah mengkritik orang-orang anti agama dan para wartawan yang mereka bayar. Sampai saat ini pun, saya tetap berkata bahwa seperti halnya pakaian penjahat tidak cocok dikenakan oleh seorang tuan terhormat. Maka demikian pula, falsafah atau cara hidup Eropa tidak cocok diterapkan kepada orang-orang Istambul. Kemuliaan bagiAllah dan kemuliaan liagi lslam.”
Akibat banyaknya protes dari masyarakat luas, akhirnya, pengadilan darurat perang membebaskannya dani hukuman.
Pada saat perang dunia pertama meletus, ia bergabung dalam angkatan bersenjata Turki dan menjadi salah seorang peiwiranya. Di dalam kamp ia biasa memberikan ceramah. Tetapi ketika hampir seluruh pasukan di dalam batalyonnya tewas, bersama tiga atau empat kawannya yang masih hidup ia menerobos tiga lapis barisan musuh dan bersembunyi disebuah terusan. Akhirnya ia tertangkap oleh tentara Rusia.
Jenderal Nicholas dari Rusia, suatu hari mengunjungi kamp tahanan perang, dan dengan serta merta semua tahanan bersujud memberi hormat kepadanya, kecuali satu orang. dialah Badi’uz Zaman Sa’id Nursi.
“Apakah kamu tahu siapa diri saya?” tanya sang jendral.
“Ya, saya tahu anda adalah Nicholas Nikolavih. Itu tidak jadi masalah. Saya seorang muslim dan lebih unggul daripada orang kafir. Saya hanya menyembah Allah. Saya tak mau menta’zimkan anda,” jawabnya berani.
Pada saat itu juga ia dibawa dan dituntut ke pengadilan perang. Ketika dijatuhi vonis hukuman mati, ia hanya minta diizinkan shalat dua rakaat, sebelum ditembak. Kawan-kawannya sesama tahanan menganjurkan agar minta maaf saja pada sang jendral. Tapi ia tidak mau. “Mungkin hukuman ini bisa menjadi paspor bagiku untuk masuk ke syurga yang abadi,” katanya yakin.
Panglima Rusia itu kemudian mendekatinya dan berkata, “Maafkan saya. Karena keteguhan iman dan keberanian anda, maka hukuman mati anda dengan ini saya batalkan”, kata sang jendral.
Tahun 1920, ketika revolusi Turki mencapai puncak keber-hasilannya, Musthafa Kemal Ataturk mengundang Badi’uz Zaman untuk menghadiri perayaan hari kemerdekaan di Ankara. Syeikh Sa’id Nursi berangkat ke Ankara, tapi alangkah kecewanya dia ketika tidak menemukan jejak keimanan pada diri Musthafa, sang pemimpin besar. Akhirnya, Syeikh meninggalkan Ankara tanpa ikut menghadiri Hultah Kemerdekaan. Sebagai gantinya dia mengirimkan surat pernyataan berisi sepuluh pasal kepada parlemen yang diketuai oleh Kemal Pasha.
Sebagian pernyataan itu berisi seruan supaya anggota parlemen tidak melalaikan shalatnya. Sa’id Nursi mengatakan: “Kalau engkau tinggalkan shalat yang wajib, maka seluruh pe-kerjaanmu terdiri atas hal-hal keduniaan semata. Sebaliknya jika kamu menyediakan waktu senggangmu untuk menjalankan ibadah shalat, maka engkau memperoleh hidup penuh kurnia di dunia dan digantikan dengan hidup kekal di akhirat. Sejam dalam hidup diisi dengan ketaatan kepada Allah, akan digantikan berhari-hari yang kekal di akhirat. Maka tekuni sekurang-kurangnya satu jam dalam sehari untuk masjid, tikar sembahyang, yang demikian itu ibarat memasukkan uang recehan ke dalam tabungan hari kemudian”.
Surat pernyataan itu membawa akibat yang sungguh menakjubkan kepada anggota parlemen, sembari berjanji akan menjalani kehidupan yang Islamis dan melaksanakan shalat secara teratur. Secara tidak langsung, pengaruh isi surat itu telah menggagalkan rencana Kemal Ataturk yang telah mengatur kon-spirasi dengan Yahudi untuk menghancurkan lslam.
Kemal Attaturk kemudian berkirim surat kepada Badi’uz Zaman Sa’id Nursi. “Kami membanggakan anda sebagai pemimpin kami tetapi sayang, sejak awal anda telah menimbulkan perselisihan dengan menekankan pentingnya sembahyang,” demikian isi surat Attaturk, antek-antek Yahudi itu.
Tak lama setelah itu, Sa’id Nursi ditahan lagi, karena tulisan–tulisannya dalam risalah An-Nur yang tersebar luas dan dibaca jutaan penggemarnya.
Mengomentari penangkapannya, Sa’id Nursi berkata,” Dalam penderitaan di tempat pengasingan ini, dipenjarakan dan dikurung seorang diri, saya diperkenankan untuk merenungkan kebenaran Al-Qur’an dengan leluasa.”
Badi’uz Zaman Sa’id Nursi akhirnya diadili dengan tuduhan, melakukan persekongkolan jahat untuk menggulingkan peme-rintahan yang sah. Menurut jaksa penuntut umum, pada tahun l 947, sekurang-kurangnya 500-600 ribu orang murid adalah pembaca tetap risalah An-Nur. Dan selama berada dalam penjara, tak kurang dari 79 kali usaha pembunuhan telah dilakukan atas dirinya dengan cara meracuni makanannya. Tetapi semua usaha itu gagal berkat pertolongan Allah.
“Dengan menulis risalah An-Nur, saya telah menyelamatkan lebih dari setengah juta orang Turki dari penderitaan siksa hukuman abadi di akhirat,” katanya menjawab tuduhan jaksa.
“Anda mengatakan bahwa apa yang saya lakukan ini tidak disetujui pemerintah.
Ada departemen yang mengurusi soal ini, dan saya harus memperoleh izin penguasa untuk tujuan yang sama. Meminta surat izin untuk taat pada Allah?”
Sebelum keluar masuk penjara, Syeikh Sa’id Nursi adalah seorang guru besar yang tetah menguasai secara sempurna ilmu–ilmu di bidang tafsir, hadits, fiqh, ilmu kalam dan ilmu mantiq. Beliau juga menguasai ilmu fisika dan kimia.
Bahkan beliau telah menghafal kamus Al-Muhith dari awal sampai bab Sin, dan hafal lebih dari 80 induk kitab-kitab againa.
Karena banyaknya selera beliau dibidang pengetahuan, ditambah kecerdasannya yang luar biasa serta kepahlawanan beliau yang jarang bandingannya. Semua itu telah menambah kemasyhuran dan keharuman namanya, sehingga beliau dijuluki sebagai Badi’uz Zaman (Senjata Zaman).
Namun segala popularitas, dan segala macam kesibukan duniawi itu tidak pernah menghalangi jihadnya di jalan Allah. Beliau tetap tekun pada profesinya sebagai mujahid, menyempurnakan tugas untuk agama dan ummat. Dengan penuh kesabaran, dijalaninya kehidupan penjara, pengasingan dan pengusiran. Sampai akhirnya, Allah swt. mewafatkan beliau pada tahun 1379H/1960M, dengan meninggalkan warisan jama’ah An-Nur dan risalah-risalahnya.
[Irfan S. Awwas, “10 Musuh Cita-cita Mujahid fi Sabilillah”, Wihdah Press, Yogyakarta, Cetakan Pertama, September 1996]
0 komentar:
Post a Comment